Sabtu, 26 Desember 2009

Gangguan pada SATELIT

GANGGUAN pada SATELIT

Semburan Partikel yang Merusak Satelit

Satelit yang mengorbit di antariksa sering diilustrasikan seperti sebuah kapal laut yang berlayar di lautan. Sewaktu-waktu kapal laut akan mengalami badai dari cuaca buruk yang menyebabkan kapal laut terganggu dan bahkan bisa tenggelam. Begitu juga satelit yang ditempatkan di ruang antara matahari dan bumi tidak lepas dari gangguan. Nizam Ahmad

Hal ini lebih disebabkan ruang antar matahari dan bumi tidaklah kosong seperti yang kita duga, melainkan dipenuhi dengan partikel-partikel yang tersebar acak, mulai dari tingkat energi rendah (orde eV) hingga tingkat energi tinggi (orde MeV). Partikel-partikel ini menyembur bagaikan hujan pada satelit, menimbulkan reaksi dan bersifat merusak. Tingkat kerusakan bergantung pada seberapa besar energi yang dimiliki partikel tersebut.

Lalu darimana datangnya partikel-partikel tersebut?

Penelitian yang dilakukan ilmuwan dengan memanfaatkan data satelit seperti GOES, TIROS, dan NOAA milik Amerika memperlihatkan bahwa matahari merupakan penyumbang terbesar penyebaran partikel ini. Matahari melalui serangkaian aktivitasnya menyebarkan partikel ini seperti ketika terjadinya semburan matahari (solar flare) dan lontaran massa korona (coronal mass ejection/CME).

Selain itu, partikel ini juga berasal dari sinar kosmik galaksi (galactic cosmic rays/GCR) dari luar tata surya yang masuk ke ruang matahari dan bumi. Partikel-partikel ini bergerak di sepanjang garis-garis medan magnet bumi (lapisan magnetosfer).

Populasi partikel terbanyak berada di daerah yang disebut sabuk radiasi Van Allen. Daerah ini terbagi menjadi dua sabuk radiasi, yaitu sabuk radiasi dalam (inner belt) yang membentang pada ketinggian 400-12.000 kilometer dan sabuk radiasi luar (outer belt) yang membentang pada ketinggian 12.000-60.000 km dari atas permukaan bumi.

Dua daerah sabuk radiasi ini merupakan ”kuburan” bagi satelit-satelit yang ditempatkan di orbit rendah (100-3.000 km) dan di orbit tinggi (~36.000 km) karena kerap menyebabkan kerusakan (failure) bagi satelit.

Bagaimana caranya partikel ini berinteraksi terhadap satelit? Pada tingkat energi rendah (~5 eV), atom oksigen dapat menyebabkan proses korosi secara perlahan pada material tertentu di permukaan satelit. Pada tingkat energi 50 keV, partikel elektron dapat menyebabkan pemuatan (kenaikan tegangan) pada permukaan satelit sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan kecil pada sensor dan beberapa komponen elektronik satelit. Hal ini akan mengurangi kinerja beberapa sensor dan komponen pada satelit.

Pada tingkat energi 3 MeV, partikel elektron dapat menyebabkan kegagalan sistem komando pada satelit dan merusak komponen elektronik hingga tidak dapat berfungsi. Beberapa kerusakan ini ada yang dapat diperbaiki (recovery) dan ada yang tidak. Pada tingkat energi 10 MeV, partikel proton dapat merusak memory satelit, mengurangi kemampuan pada sel surya (solar cell), dan merusak komponen elektronik satelit lainnya secara permanen sehingga satelit tidak dapat beroperasi.

”Anomali satelit”

Seberapa banyak satelit yang terkena pengaruh dampak semburan partikel ini? Kerusakan pada satelit yang sering disebut ”anomali satelit” akibat semburan partikel bermuatan tinggi ini bergantung pada beberapa hal, di antaranya posisi satelit di antariksa dan tingkat aktivitas matahari.

Pada umumnya satelit yang melewati daerah sabuk radiasi Van Allen kerap mengalami gangguan, baik satelit orbit rendah (low earth orbit/LEO) maupun satelit orbit tinggi (geosynchronous orbit/GEO).

Kejadian pertama kali anomali satelit ini dialami oleh satelit DSCS (Defense Satellite Communication System) pada tahun 1971 milik Amerika yang berada pada ketinggian sekitar 36.000 km. Satelit ini mengalami gangguan pada bagian ”solar power array” akibat emisi gelombang radio dari matahari.

Pada tahun 1984, NORAD (North American Aerospace Defense Command) mencatat sekitar 200 wahana antariksa sempat mengalami pergeseran orbit akibat hambatan atmosfer yang tinggi pada saat itu.

Pada tahun 1997, satelit Telstar 401 yang berada pada ketinggian sekitar 35.000 km mengalami kegagalan pada sistem tenaga (power system) akibat partikel energi tinggi.

Pada tahun 1998, satelit Galaxy 4 miliki Amerika Serikat pada ketinggian sekitar 36.000 km mengalami kerusakan pada sistem kontrol sikap satelit (attitude control system) yang memengaruhi sistem komunikasi satelit tersebut terhadap bumi. Kejadian ini menyebabkan terganggunya layanan komunikasi pada 45 juta pelanggannya.

Pada 2003, satelit Midori 2 pada ketinggian sekitar 800 km milik Jepang mengalami kerusakan pada sistem tenaga yang menyebabkan satelit ini kehilangan kontak dengan stasiun bumi. Badan Eksplorasi Ruang Angkasa Jepang (JAXA) menyatakan kemungkinan kerusakan berkaitan dengan semburan partikel dari matahari.

Banyak terjadi

Kasus anomali satelit ini banyak terjadi. Namun, kasus ini jarang dilaporkan karena beberapa alasan tertentu. Kejadian anomali satelit kerap terjadi saat aktivitas matahari meningkat.

Pada siklus matahari ke-23 yang mencapai puncak tahun 2000-2001 ditemukan banyak kasus anomali satelit dengan berbagai tingkat kerusakan. Pada siklus sebelumnya (siklus 22) yang mencapai puncak tahun 1989-1990 juga banyak ditemukan kasus anomali satelit.

Lalu bagaimana dengan siklus 24 yang diperkirakan mencapai maksimum tahun 2011-2012?

Menurut penelitian para pakar anomali satelit, pola kejadian anomali satelit ini diperkirakan akan berulang seperti pada siklus 22 dan siklus 23. Gejalanya telah tampak dari sejak tahun 2005 di mana dilaporkan terdapat kasus anomali satelit sebanyak 23 kasus, tahun 2006 sebanyak 21 kasus, tahun 2007 sebanyak 28 kasus, tahun 2008 sebanyak 24 kasus, dan awal tahun 2009 sebanyak 6 kasus.

Memang tidak semua kasus anomali satelit ini disebabkan oleh semburan partikel energi tinggi. Namun, hal ini dapat diidentifikasi melalui waktu lokal kejadian anomali satelit, posisi satelit dan fenomena antariksa yang terjadi dalam selang waktu kejadian anomali tersebut.

Hal ini yang tengah dibangun oleh bidang Matahari dan Antariksa Lapan Bandung dengan mencoba mengembangkan sebuah sistem informasi untuk mengidentifikasi dan menganalisis kejadian anomali satelit serta distribusi partikel bermuatan tinggi sebagai upaya peringatan dini kemungkinan gangguan operasional satelit mendatang, terutama menjelang aktivitas matahari maksimum yang diperkirakan terjadi pada tahun 2012.

Penelitian dan pengembangan sistem ini sangat diperlukan mengingat pesatnya perkembangan teknologi satelit Indonesia ke depannya, baik satelit yang ada di orbit rendah maupun di orbit tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar