Rabu, 28 April 2010

Blueberry Tingkatkan Daya Ingat














Mengkonsumsi buah blueberry dapat mengembalikan memori yang hilang serta mencegah penyakit seperti kepikunan. Penelitian menunjukkan, bila seseorang mengkonsumsi buah tersebut secara teratur maka dapat meningkatkan daya ingat.

Hal itu diungkapkan dokter Jeremy Spencer, dari Departemen Dinas Makanan Biosains Inggris. Ia mengatakan, para ilmuwan telah membuktikan potensi dan manfaat kesehatan dari buah segar tersebut. “Riset kami membuktikan bahwa blueberry sangat baik bagi anda dan dapat meningkat kapasitas memori,” katanya seperti dilansir BBC.

Jeremy juga menyebut, “Kami juga menyelidiki efek dari diet kaya flavonoids pada individu penderita pelemahan kognitif dan kemungkinan Alzheimer.”

sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3049802

Perjanjian Perbatasan Negara

Perjanjian Batas Laut Timor Harus Libatkan Indonesia











Denpasar (ANTARA News) - Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni, menegaskan, pembahasan dan perundingan batas laut negara dan wilayah zone ekonomi eksklusif di Laut Timor oleh Australia dan Timor Timur harus juga melibatkan Indonesia.

Dalam satu komunikasi di Denpasar, Selasa, Ferdi menilai, perjanjian Indonesia-Australia pada 1972 tentang penetapan batas landas kontinen yang menggunakan prinsip landas kontinen perpanjangan alamiah (natural prolongation).

Prinsip itu melegitimasi argumentasi Australia bahwa Benua Australia dan Pulau Timor terletak dalam dua kontinen berbeda dan Palung Timor merupakan representasi fisik bagian utara dari batas landas kontinen Australia.

"Prinsip itu adalah tidak benar.Dalam perjanjian tersebut diabaikan prinsip garis tengah untuk menetapkan batas landas kontinen kedua negara," katanya.

Konsepsi itu menggunakan konsepsi kelanjutan alamiah sehingga batas landas kontinen ditetapkan pada poros kedalaman laut (bathy-metric-axis) di Palung Timor sehingga Australia bisa menguasai 85 persen dasar Laut Timor yang kaya raya bahan bakar fosil.

"Padahal fakta geologi dan geomorfologi menunjukkan Benua Australia dan Pulau Timor berada dalam satu landasan kontinen yang sama yakni landas kontinen Australia dan Palung Timor hanyalah merupakan patahan alamiah biasa saja," katanya.

Menurut Tanoni, sehubungan fakta itu, maka berdasarkan definisi landas kontinen Konvensi Jenewa 1958 Tentang Landas Kontinen dan Konvensi Hukum Laut 1982, landas kontinen negara pantai minimal 200 mil laut dihitung dari garis-garis pangkal laut wilayahnya.

Namun jika pantai negara tersebut letaknya berhadapan dengan pantai negara lain seperti halnya antara Indonesia di wilayah Pulau Timor dan Australia, maka yang berlaku adalah prinsip-prinsip delimitasi dan bukan definisi landas kontinen.

"Atas fakta dan dasar inilah maka sudah seharusnya batas landas kontinen RI-Australia di Laut Timor ditetapkan pada garis tengah antara garis pangkal laut wilayah Indonesia dan Australia," katanya.

Menurutnya, pada 1997, pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani Perjanjian Batas-Batas Dasar Laut Tertentu dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Timor yang hingga saat ini belum diratifikasi oleh kedua negara.

"Akan tetapi pada kenyataannya, Australia telah menggunakan perjanjian itu secara tidak manusiawi dengan memberangus para nelayan tradisional Indonesia yang sudah sejak 450 tahun secara turun temurun menjadikan wilayah perairan itu sebagai ladang mata pencaharian," katanya.

Padahal, dalam perjanjian yang hanya berisikan 11 pasal saja itu tegas dinyatakan dalam pasal 11 bahwa perjanjian ini harus diratifikasi dan akan mulai berlaku pada tanggal pertukaran piagam-piagam ratifikasi.

Sejak 1999 telah terjadi perubahan geopolitik yang sangat signifikan di Laut Timor dengan lahirnya setelah negara baru, Timor Timur, menjadi satu negara berdaulat. Negara baru ini menempati wilayah setengah Pulau Timor.

Dengan begitu, katanya, Laut Timor sudah bukan merupakan milik dari dua negara lagi, tapi sudah merupakan milik tiga negara yakni Indonesia, Australia dan Timor Timur.

sumber : http://news.antara.co.id/berita/1263965944/perjanjian-batas-laut-timor-harus-libatkan-indonesia

Sengketa Sipadan dan Ligitan













Kronologi sengketa

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau batu puteh , sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan spratley di laut cina selatan dengan brunei darusalam , Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.

Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim memuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997. sementara pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden Soeharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di Malaysia.

Keputusan Mahkamah Internasional

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan